MY View

Based on my opinion

Pejabat Aceh Kewalahan menghadapi pengemis jatah uang meugang



Tradisi meugang bukan tradisi meminta-minta. Titik !



Masyarakat Aceh memiliki tradisi unik yang disebut Meugang yang berfungsi untuk merayakan dan menghormati datangnya hari-hari besar islam.


Tapi aneh sekali, tradisi meugang aceh yang bagus itu dirusak oleh tradisi meminta-minta kepada para pejabat Aceh di rumahnya (Pendopo Gubernur, Walikota, Bupati)..



GUBERNUR Aceh tidak sediakan uang meugang. Waktu itu warga dari berbagai pelosok Aceh mulai berbondong-bondong mendatangi kantor gubernur untuk mendapatkan bantuan sie meugang puasa, sehingga Gubernur Aceh, menegaskan bahwa pihaknya tidak menyediakan dana tersebut karena tidak dianggarkan dalam APBA

Sejarah
Dalam Qanun Meukuta Alam dicantumkan bahwa pemerintah harus membantu masyarakat yang tidak mampu pada hari meugang (di sana disebut Madmeugang). Pendataan orang yang akan dibantu dilakukan sebulan sebelumnya dengan melibatkan geuchik dan perangkat gampong. Adapun kriteria orang yang akan dibantu adalah fakir miskin, janda, yatim piatu, dan sakit parah. Bantuan yang diberikan berupa daging seharga satu emas (dirham), uang tunai sebanyak lima emas, dan kain masing-masing enam hasta.
“Maka dibuka oleh Qadi Mu’azzam khazanah Balai Silatur-Rahmi yaitu mengambil dirham dan kain dan dibeli kerbau atau sapi hendak dipotong hari Madmeugang. Maka dibagi-bagikanlah daging kepada sekalian mereka itu yang tersebut. Yaitu pada tiap-tiap satu orang maka yaitu seemas daging, dan dapat uang lima mas, dan dapat kain enam hasta. Maka pada sekalian yang tersebut semua diserah kepada Geuchiknya masing-masing gampong daerahnya,” demikiaan tercantum dalam Qanun Meukuta Alam.
Besarnya perhatian pemerintah pada masa kerajaan Aceh dalam prosesi meugang menjadi isyarat bahwa acara itu mendapat legalitas dari negara, hingga akhirnya mengalami kulturalisasi di dalam masyarakat. Adanya qanun yang mengatur tentang meugang menjadikannya sebagai salah satu agenda “nasional” yang menyedot perhatian besar dari rakyat dan pemerintah.
TAPI HARUSKAH ‘PENGEMIS’ DAN ‘PEMINTA-MINTA’ TSB MENYERBU PENDOPO (RUMAH PEJABAT) UNTUK MEMAKSA MENDAPATKAN UANG MEUGANG YANG HANYA RP 100.000 ITU? MENGANGGU KETERTIBAN UMUM PULA.

Zaman dahulu, pada hari meugang, para pembesar kerajaan dan orang-orang kaya membagikan daging sapi kepada fakir miskin (tanpa ada yang mengemis ke istana raja). Hal ini merupakan salah satu cara memberikan sedekah dan membagi kenikmatan kepada masyarakat dari kalangan yang tidak mampu.
Ali Hasjmy (1983: 151) menjelaskan pada hari meugang, sultan juga memerintahkan kepada imam balai baitul fakir/miskin (yaitu lembaga yang bertugas menyantuni kaum dhuafa dan yatim piatu) untuk membagikan daging, pakaian, dan beras kepada fakir miskin, orang lumpuh, dan para janda. Biaya untuk penyantunan fakir miskin pada hari meugang ini ditanggung oleh Bendahara Balai Silatur Rahim, yaitu lembaga yang berfungsi mengatur hubungan persaudaraan antar warga negera dan antar manusia yang berdiam dalam Kerajaan Aceh Darussalam. Hingga kekuasaan pemerintah kolonial Hindia Belanda, tradisi meugang ini tetap dilaksanakan di Aceh. Bahkan pemerintah Belanda mengambil kebijakan libur kerja pada hari Meugang serta membagikan daging pada masyarakat.

Hukum Mengemis dan Meminta secara Paksa
Setiap manusia tentu membutuhkan rizki berupa makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, kendaraan dan kebutuhan-kebutuhan hidup lainnya. Untuk itu, manusia harus mencari nafkah dengan berbagai usaha yang halal. Bagi seorang muslim, mencari rizki secara halal merupakan salah satu prinsip hidup yang sangat mendasar. Kita tentu menghendaki dalam upaya mencari rizki, banyak yang bisa kita peroleh, mudah mendapatkannya dan halal status hukumnya.

Dalam satu hadits, Rasulullah saw menyebutkan tentang kecintaan Allah swt kepada orang yang mencari rizki secara halal meskipun ia bersusah payah dalam mendapatkannya

Salah satu cara mencari harta yang tidak terhormat adalah dengan meminta atau mengemis kepada orang lain.

Mengemis yang dibolehkan adalah mengemis yang sekadar untuk memenuhi kebutuhan pokok dalam kehidupan seseorang, itupun tidak boleh menjadi pekerjaan atau profesi, karena situasi daurat seharusnya tidak berlangsung lama.


3 orang yang diperbolehkan mengemis:
Pertama, orang yang memiliki beban hidup yang tidak mampu ditanggungnya sehingga dengan kesungguhan dan kerja keras ia dapat berusaha dengan cara lain yang halal untuk bisa memenuhi kebutuhannya.
Kedua yang dibolehkan mengemis adalah orang yang tertimpa musibah seperti bencana alam yang menghabiskan hartanya, bahkan untuk sementara iapun tidak bisa berusaha sebagaimana biasanya
Ketiga, Kemiskinan yang diakui oleh masyarakat di sekitarnya bahwa dia memang miskin sehingga untuk memenuhi kebutuhan pokok saja seperti makan dan minum ia tidak sanggup lagi memenuhinya. 

Disamping itu, ketika seseorang mau berusaha lalu membutuhkan modal, maka permodalan bisa diberikan atau dipinjamkan dari dana zakat, infak dan sedekah atau memang dana yang disediakan oleh pemerintah sehingga seseorang bisa berusaha dengan cara yang baik dan tidak lagi menjadi pengemis.
BEKERJA KERAS SEBELUM HARI MEUGANG ADALAH SOLUSI DARI MENGEMIS ATAU MEMINTA-MINTA DI HARI MEUGANG

HUKUM MENGEMIS DAN MEMINTA SUMBANGAN DALAM PANDANGAN ISLAM

Meminta-minta sumbangan atau mengemis tidak disyari’atkan dalam agama Islam, apalagi jika dilakukan dengan cara menipu atau berdusta dengan cara menampakkan dirinya seakan-akan dalam kesulitan ekonomi, atau sangat membutuhkan biaya pendidikan anak sekolah, atau perawatan dan pengobatan keluarganya yang sakit, atau untuk membiayai kegiatan tertentu, maka hukumnya haram dan termasuk dosa besar.

Di antara dalil-dalil syar’i yang menunjukkan haramnya mengemis dan meminta-minta sumbangan, dan bahkan ini termasuk dosa besar adalah sebagaimana berikut :

Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma , ia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sepotong daging pun di wajahnya”.


Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , ia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :“Barangsiapa meminta-minta kepada manusia harta mereka untuk memperbanyak hartanya, maka sesungguhnya dia hanyalah sedang meminta bara api (neraka), maka (jika dia mau) silahkan dia mempersedikit atau memperbanyak.”






0 comments:

Post a Comment

Pejabat Aceh Kewalahan menghadapi pengemis jatah uang meugang